Pengesahan RKUHP Penting Untuk Gantikan Hukum Peninggalan Belanda
Oleh: Ratna Dwi Astuti *)
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta mengungkapkan pentingnya pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang (UU) dalam upaya pembangunan hukum nasional. Hal tersebut dikarenakan KUHP yang saat ini sedang diterapkan di Indonesia merupakan KUHP peninggalan pemerintah Kolonial Belanda. Menurutnya, RKUHP telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (ProLegNas) dan menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas di tahun 2022.
Pembahasan RKUHP yang merupakan RUU operan atau carry over dari DPR RI periode 2014-2019 telah bergulir sejak lama dan tentunya melibatkan banyak pihak seperti para ahli hukum pidana di Indonesia. Para perancang asli naskah KUHP yang lama pun bahkan banyak yang telah tiada dan meninggalkan legacy yakni pemikiran, kajian, dan penelitian terhadap hukum pidana nasional pada zamannya. Oleh karena itu, perkembangan zaman yang pesat mengharuskan RKUHP untuk menyesuaikan diri di era serba digital dan teknologi.
Sudirta mengaku ia mengikuti perkembangan RKUHP ini sejak tahun 2012 di mana RKUHP tersebut pertama kalinya diserahkan oleh pemerintah kepada DPR RI. Namun, pada periode tersebut, RUU KUHP tidak dapat terselesaikan dan mulai dibahas kembali pada tahun 2015 oleh Komisi III DPR RI bersama dengan pemerintah. Pada penghujung pengesahannya di tahun 2019, masih ditemukan pihak-pihak yang mempertanyakan dan memperdebatkan beberapa isi pasal yang dianggap kontroversial sehingga pengesahannya menjadi ditunda dan diputuskan untuk disahkan pada periode 2019-2024 oleh DPR RI.
Nyatanya, pembahasan RKUHP sudah melibatkan banyak ahli hukum pidana, aparat penegak hukum dan peradilan, masyarakat umum, maupun seluruh perwakilan dan ahli di bidang lainnya termasuk proofreader yang dalam hal ini melakukan analisa gramatikal terhadap naskah RUU KUHP, khususnya pada bahasa teknis hukum.
RKUHP dirancang untuk memperbarui hukum pidana materiil yang mengandung misi rekodifikasi hukum pidana yang kini telah berkembang di peraturan perundang-undangan sesuai dengan perkembangan hukum dalam masyarakat melalui sistem Rekodifikasi Terbuka. Artinya, mengatur ketentuan pidana secara umum sebagai pedoman utama pengaturan pidana di Indonesia (the limiting principles) terhadap seluruh UU di luar KUHP.
Selain itu, RKUHP juga mengatur asas-asas atau prinsip umum hukum nasional menjadi dasar atau pedoman hukum pidana di seluruh ketentuan pidana Indonesia tanpa mengesampingkan sifat-sifat kekhususan acara pidana di dalam UU lain dengan tetap berpegangan pada the limiting principles sebagaimana diatur dalam aturan atau ketentuan umum dalam RUU KUHP.
Lanjutnya, RKUHP menjadi jalan untuk pemberlakuan prinisp-prinsip hukum umum dan internasional yang modern seperti perluasan subjek hukum pidana (korporasi) dan penambahan jenis sistem pemidanaan. RKUHP pastinya menghormati kekhasan dan kekayaan hukum adat Indonesia dengan mengakui keberadaan hukum pidana adat tetapi dengan batasan-batasan tertentu.
Setelah mempelajari dan melihat berbagai data dan informasi yang didapatkan dari pembahasan RKUHP, Sudirta mengapresiasi pemerintah dan DPR yang telah berupaya melakukan pembahasan yang sangat komprehensif terhadap RKUHP dengan mengutamakan kepentingan nasional yakni melakukan reformasi hukum pidana nasional yang berdaya tahan untuk jangka panjang. Urgensi pengesahan RKUHP ini adalah untuk menggantikan KUHP lama milik peninggalan pemerintah Kolonial Belanda yang juga sekaligus sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mendukung pembangunan hukum nasional.
Pada tahun ini, pemerintah telah melaporkan hasil sosialisasi ke berbagai daerah dan masukan-masukan dari berbagai pihak yang kemudian menyerahkan draf hasil perubahan dan reformulasi ini. Hal tersebut terakhir kali dilakukan pada 9 November 2022. Apabila nantinya draf RKUHP disahkan pada 22 November mendatang, bukanlah satu-satunya ketentuan yang final dan tidak dapat atau sulit diubah, tetapi terdapat masa pemberlakuan UU 2 (dua) tahun yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menguji baik di level implementasi maupun uji materiik di Mahkamah Konstitusi (MK).
Direktur Informasi Polhukam, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Bambang Gunawan menambahkan salah satu kunci keberhasilan hukum pidana di Indonesia adalah dengan berupaya melakukan revisi dan menyusun sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman Kolonal Hindia Belanda sehingga sesuai dengan dinamika masyarakat.
Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk menyelenggarakan acara Kick Off Dialog Publik RUU KUHP guna memberikan pemahaman kepada masyarakat serta membuka ruang dialog untuk menghimpun masukan atas draf RUU KUHP sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas terkiat RUU KUHP untuk meminimalisir kekhawatiran masyarakat terkait pengesahan RKUHP yang akan dilakukan menjelang akhir tahun ini.
*) Penulis merupakan Pakar di Bidang Komunikasi Politik Nusantara Institute.