Gelar Sosialisasi di Pontianak, Mahupiki: "KUHP Nasional _Way of Life_ Indonesia"
KUHP Nasional sebagai way of life sangat menganut nilai-nilai bangsa Indonesia dan tidak langsung mengikuti apa yang telah diterapkan di zaman kolonial Belanda. Menyikapi hal tersebut, masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) kembali melaksanakan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Pontianak, pada Rabu (18/1/2023).
Hadir sebagai narasumber antara lain Guru besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Dr. Pujiyono, SH. M.Hum., Guru besar Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Benny Riyanto, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti yang sekaligus Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Profesor Topo Santoso.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Profesor Topo Santoso menjelaskan bahwa dalam hukum pidana terdapat tiga pilar fundamental yang disebut Trias hukum pidana.
“"Trias hukum pidana itu adalah tiga bagian paling penting dari hukum pidana materil, pertama adalah tindak pidana, kedua adalah pertanggung jawaban pidana, dan ketiga adalah pidana dan pemidaan," ujar Prof Topo.
Ia menegaskan bahwa KUHP Nasional menganut asas legalitas yaitu tindak pidana dan asas geen straf zonder schuld atau tidak ada tindak pidana tanpa kesalahan.
“KUHP baru menegaskan bahwa tidak boleh ada orang dihukum tanpa ada kesalahan, baik berupa kesengajaan atau kealphaan,” kata prof Topo.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar UNNES Prof Dr Benny Riyanto menjelaskan bahwa dalam buku II KUHP baru ini terdapat simplifikasi dari buku II dan buku III WvS.
“KUHP WvS dulu itu ada tiga buku, namun tim pembentuk KUHP bersama pembentuk UU melakukan simplifikasi khususnya pada buku II dan buku III” ujarnya.
Selain itu, menurutnya, terdapat beberapa urgensitas dari pengesahan KUHP Nasional menggantikan KUHP lama peninggalan Belanda, yakni terdapat perubahan paradigma keadilan.
“KUHP nasional ini adalah wujud dari reformasi sistem hukum pidana nasional secara menyeluruh,” ungkap Prof. Benny.
Selain itu, Guru besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Dr. Pujiyono, SH. M.Hum., menjelaskan bahwa masih terdapat beberapa kontroversi dalam KUHP baru yang menjadi isu aktual, misalnya masalah kohabitasi.
“Misalnya dalam masalah Kohabitasi, sejatinya memang bangsa Indonesia adalah bangsa bermoral karena dalam Buku I bisa kita temukan, yakni ada ide keseimbangan.” jelas Pujiono.
Ia juga menambahkan bahwa dalam penyusunan KUHP baru, Pancasila menjadi landasan utama sebagai tolak ukur penyusunan KUHP baru.
““jadi KUHP ini disusun atas keseimbangan nilai global dan juga nilai-nilai nasional, tetapi ada parameternya bahwa disitu harus ada filter sebagai faktor pembenaran yaitu Pancasila sebagai margin of apresiation, bahwa Pancasila sebagai faktor pembenaran di dalam filter itu,” imbuh prof Pujiyono.