Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Moya Institute Soroti Diplomasi Kuat Indonesia di KTT MSG, Papua Tetap Bagian NKRI

Jakarta – Indonesia terus berjuang mempertahankan kedaulatannya, khususnya terkait wilayah Papua yang masih dirongrong kelompok separatis.

Dalam KTT Melanesian Spearhead Group (MSG) yang berlangsung baru-baru ini, Benny Wenda, salah satu tokoh separatis Papua, yang memanfaatkan forum internasional tersebut untuk mengganggu kedaulatan Indonesia, menuai beragam tanggapan dari tokoh-tokoh terkemuka dalam Webinar Nasional oleh Moya Institute bertajuk "Upaya Benny Wenda Kandas di KTT Melanesian Spearhead Group (MSG)".

Prof. Dr. Teuku Rezasyah, Pakar Hubungan Internasional Universitas Pajajaran Bandung, menyatakan Program KTT tersebut luar biasa, dan upaya keras dari Indonesia bahkan menarik, tidak terpengaruh pergerakan dari Benny Wenda yang selalu mengupayakan pemisahan Papua dari Indonesia.

"Benny selalu membawa tanda-tanda kebesaran Papua ke dunia dan menarik simpati dunia. Tokoh ini dapat dikatakan seorang lobbyist karena berupaya mendatangkan dunia akan permasalahan yang dia hadapi," ujar Teuku.

Ketua Badan Musyawarah Papua, Willem Frans Ansanai, turut menyayangkan tindakan Benny Wenda yang hanya mengganggu kedaulatan NKRI.

"Saya sebagai putra daerah Papua dalam melihat sepak terjang Benny Wenda tentunya sampai saat ini saya masih berkeyakinan bahwa kedaulatan NKRI akan tetap utuh dan barangkali dia akan mengalami banyak kesulitan hingga seperti itu," kata Willem.

Terkait KTT MSG, Willem menekankan bahwa setelah DOB direspon oleh Presiden Jokowi, saat ini implementasinya telah terlaksana dengan baik.

"Masyarakat Papua sangat bersemangat dalam pembangunan ini. Bahkan fenomena KTT MSG yang lalu tidak terlalu muncul di lingkup masyarakat Papua sendiri," imbuhnya.

Pandangan politikus Indonesia pun meyakini Papua tidak terpisahkan dari NKRI. Politikus Reformasi, Mahfuz Sidik pun memberikan apresiasi kepada delegasi Indonesia di KTT MSG.

"Kita perlu memberi apresiasi kepada delegasi Indonesia di forum MSG yang mengambil langkah tegas dan tepat dengan walk out ketika Benny Wenda menyampaikan pidatonya, dan sikap itu yang mempengaruhi keputusan akhir dari KTT MSG," jelas Sidik.

Upaya Indonesia untuk menguatkan kedaulatan pun mendapat apresiasi pihak lain.

"Capaian yang dilakukan Indonesia di KTT MSG sangat baik. Kebanyakan pemberitaan di media sosial tentang Papua tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan," kata Pemerhati Isu-Isu Strategis dan Global, Prof. Dubes Imron Cotan, pada kesempatan yang sama.

Imron mencatat sebagian besar kasus pelanggaran HAM dilakukan oleh Kelompok Separatis Teroris (KSTP), bukan oleh aparat keamanan dan juga konflik sosial sesama orang Papua.

"Jadi adalah mitos jika pelanggaran HAM berat dilakukan oleh aparat keamanan," tegas Imron.

Dia juga menegaskan bahwa Benny Wenda dan ULMWP tidak mewakili sebagian besar masyatakat di Papua.

"Benny Wenda dan ULMWP tidak mewakili sebagian besar masyarakat di Papua, karena ketujuh suku besar di sana sama sekali tidak terwakili oleh Benny. Dalam sidang PBB tahun lalu, salah satu tokoh pemuda dari kampung Benny Wenda justru mengibarkan bendera Merah Putih di New York bahwa NKRI termasuk di dalamnya adalah Papua," pungkasnya.

Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto, optimis bahwa Papua tidak akan pernah terpisahkan dari NKRI karena pemerintah daerah dan pusat telah berkomitmen serta melaksanakan amanat UU dalam membangun Papua yang jauh lebih sejahtera dan cemerlang.

"Karena itu menjadi kewajiban dan hak kita semua untuk mempertahankan dari segala rongrongan ataupun upaya untuk memisahkan diri," tutupnya.

(*)